INFODAERAH.COM, BANDUNG – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Efendi menyoroti masih tingginya kebutuhan tenaga Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di tingkat kabupaten/kota di Jawa Barat.
Hal itu Ia sampaikan usai pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi II DPR RI ke Graha Aparatur Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Barat di Bandung, Sabtu (4/10/2025).
“Dalam kunjungan reses kami yang kedua ini, kami membahas dua isu utama, yakni mengenai merit system dan jenjang karier ASN di wilayah Jawa Barat, serta permasalahan tenaga P3K dan CASN,” kata Dede Yusuf dilansir dari laman DPR RI.
Baca juga : Komisi II DPR RI Soroti Implementasi Kebijakan ASN dan PPPK di Jawa Barat
Ia menjelaskan, secara umum kebutuhan PPPK dan CASN di tingkat provinsi telah terpenuhi hampir 100 persen. Namun, pada level kabupaten/kota masih terdapat sekitar 180 ribu tenaga kerja yang berstatus paruh waktu dan belum memperoleh Nomor Induk Pegawai (NIP).
“Artinya mereka sudah bekerja, tetapi belum mendapatkan nomor induk. Padahal amanat undang-undang menyebutkan bahwa proses penyelesaian seharusnya tuntas pada Oktober 2025. Namun, dari laporan BKD, kemungkinan baru bisa diselesaikan pada November 2025, dan ada juga sekitar tujuh kabupaten/kota yang masih meminta waktu hingga Januari 2026,” ungkapnya.
Baca juga : Puan Maharani Tegaskan DPR Akan Kawal Masalah Cemaran Cesium 137 di Cikande
Menurut Dede, keterlambatan tersebut umumnya disebabkan oleh keterbatasan anggaran di masing-masing daerah. Ia menekankan pentingnya fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran agar kebutuhan ASN dapat segera terpenuhi tanpa membebani struktur keuangan daerah.
“Penambahan pegawai tentu membutuhkan tambahan alokasi anggaran. Salah satu solusi sementara adalah menggunakan nomenklatur belanja lain, bukan belanja pegawai. Karena jika belanja pegawai melebihi 35 persen dari total APBD, bisa menimbulkan kendala,” ujarnya.
Baca juga : UU BUMN Disahkan, Puan Maharani : Wanti-Wanti Soal Tumpah Tindih Peran
Lebih lanjut, Dede menekankan bahwa penyusunan formasi ASN harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata di lapangan. “Kalau kebutuhan daerah adalah guru, maka yang direkrut harus guru. Jika tenaga teknis yang dibutuhkan, maka itu yang diprioritaskan,” tegasnya.
Komisi II DPR RI juga menyoroti lemahnya sosialisasi informasi lowongan kerja ASN dan P3K. Menurut Dede masih banyak masyarakat yang berminat menjadi ASN tetapi tidak tahu mekanisme rekrutmen karena kurangnya informasi resmi dari pemerintah daerah.
“Selama ini sosialisasi informasi terhadap lowongan pekerjaan di sektor PPPK dan ASN belum terbuka secara luas. Banyak masyarakat yang berminat, tetapi tidak tahu informasi pendaftarannya. Ke depan, sosialisasi ini harus diperkuat,” tandasnya.
Sementara, Kepala Kantor Regional III Badan Kepegawaian Negara (BKN) Wahyu menjelaskan mengenai mekanisme teknis kontrak bagi tenaga PPPK. Menurutnya, masa kontrak PPPK diatur dalam rentang minimal satu tahun dan maksimal lima tahun serta dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi kinerja.
“Terkait dengan kontrak PPPK, ketentuannya minimum satu tahun dan maksimum lima tahun. Namun, hal itu dapat diperpanjang sesuai hasil evaluasi kinerja masing-masing instansi. Jadi, sifatnya tidak otomatis berakhir setelah lima tahun,” jelas Wahyu.
Ia juga menambahkan bahwa perpanjangan kontrak tersebut tetap memperhatikan aspek ketersediaan anggaran di masing-masing daerah.
“Kebijakan perpanjangan kontrak juga didasarkan pada kemampuan anggaran instansi terkait,” tutup Wahyu. (Red)