INFODAERAH.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, menegaskan bahwa pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini dapat dijerat bila melakukan penyelewengan. Hal ini tertuang dalam perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia mengatakan Undang-Undang BUMN menempatkan pejabat BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara. Artinya langkah strategis dalam memperkuat integritas dan pemberantasan korupsi.
“Artinya, setiap tindakan mereka yang berbau fraud atau merugikan keuangan negara dapat langsung dijerat oleh aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Gilang kepada dilansir dari laman resmi DPR RI, Rabu (8/10/2025).
Baca juga : UU BUMN Disahkan, Puan Maharani : Wanti-Wanti Soal Tumpah Tindih Peran
Untuk diketahui, KPK kini mendapatkan keleluasaan dan kepastian hukum mengusut korupsi di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah Revisi UU BUMN disahkan menjadi UU, beberapa waktu lalu.
Salah satu poin dalam UU BUMN mengatur penghapusan ketentuan anggota direksi, anggota dewan komisaris dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara. Dampak aturan baru ini, para pejabat tersebut mesti membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurut Gilang, aturan tersebut memperkuat pengawasan kepada direksi BUMN, terutama dari tindakan yang merugikan keuangan Negara.
“Dengan aturan baru ini, kewenangan KPK dalam melakukan supervisi, koordinasi, dan penindakan terhadap tindak pidana korupsi di BUMN kini semakin relevan,” tuturnya.
Baca Juga : Revisi UU BUMN Harus Tegas Atur Larangan Rangkap Jabatan
Meski begitu, Anggota Komisi Hukum DPR ini mengingatkan Pemerintah agar memastikan regulasi turunan dan tata kelola di BUMN sejalan dengan semangat transparansi ini.
Harapannya, kata Gilang, perubahan aturan dalam UU BUMN tidak memberi ruang bagi celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk melindungi praktik koruptif.
“Dan dengan diperluasnya mandat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit reguler terhadap BUMN, hasil audit tersebut harus dapat menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum,” ungkapnya.
Gilang pun menekankan pentingnya sinergi antara BPK, KPK, Kejaksaan, dan Polri untuk memastikan setiap dugaan fraud di BUMN ditindaklanjuti dengan cepat dan profesional.
“BUMN mengelola aset negara dalam jumlah yang sangat besar, sehingga setiap potensi penyalahgunaan berimplikasi langsung pada kesejahteraan rakyat,” tegas Gilang.
Baca Juga : Komisi II DPR RI Soroti Implementasi Kebijakan ASN dan PPPK di Jawa Barat
Gilang pun melihat momentum ini sebagai penguatan instrumen pemberantasan korupsi, sekaligus ujian keseriusan pemerintah dalam membangun tata kelola yang bersih dan berkeadilan.
Ia menyebutkan Komisi III berkomitmen mengawal implementasi revisi UU BUMN ini, baik melalui fungsi legislasi maupun pengawasan, agar benar-benar menjadi instrumen penegakan hukum yang efektif.
“Pada akhirnya, tujuan utama bukan hanya mencegah kerugian negara, tetapi juga memastikan bahwa BUMN hadir sebagai instrumen strategis pembangunan yang bebas dari praktik korupsi dan benar-benar melayani kepentingan rakyat,” pungkas Gilang. (Red)